Mantan Kadis PUPR Sumut Bambang Pardede ditahan Kejati Sumut usai menjadi tersangka kasus dugaan korupsi perbaikan jalan. Dulu Bambang dicopot dari Kadis PUPR oleh Edy Rahmayadi yang saat itu masih menjabat Gubernur Sumatera Utara (Gubsu).
Bambang Pardede dicopot dari jabatannya setelah dievaluasi. Alasan pencopotan tersebut karena proyek pembangunan jalan dan jembatan dengan anggaran Rp 2,7 triliun tak berjalan baik.
“Pembebas tugasan Bambang Pardede hasil evaluasi kinerja secara komprehensif termasuk kegiatan strategis daerah peningkatan kualitas infrastruktur jalan jembatan paket multi years 2,7 T,” sebut Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sumut, Safruddin Safruddin, Sabtu (20/5/2023).
“Kesimpulannya ybs (yang bersangkutan) kinerjanya negatif,” sambungnya.
Edy Rahmayadi mencopot Bambang Pardede dari jabatan Kadis PUPR Sumut. Pencopotan itu terjadi saat Presiden Jokowi mengunjungi Sumut untuk mengecek jalan rusak yakni pada Selasa (17/5) yang lalu di Kabupaten Labuhanbatu Utara.
“Kalau SK (Pencopotan Kadis PUPR) nya tertanggal 17 Mei,” ujar Kepala BKD Sumut, Safruddin kepada detikSumut, Jumat (19/5/2023).
Bambang Melawan Usai Dicopot
Tidak terima dicopot, Bambang kemudian menggugat Edy ke PTUN Medan. Melalui pengacaranya, Raden Nuh, mengatakan gugatan ke PTUN dilayangkan karena keberatan yang mereka ajukan tak ditanggapi oleh Edy Rahmayadi.
“Hingga kemarin Gubernur Sumatera Utara tidak menanggapi upaya keberatan yang diajukan Pak Bambang Pardede, maka hari ini beliau akan mengajukan gugatan kepada PTUN Medan atas keputusan cacat hukum dan melanggar hukum tersebut,” ujar Raden dikonfirmasi detikSumut, Rabu (21/6/2023).
Raden juga menduga ada motif terselubung terkait pencopotan kliennya dari jabatan Kadis PUPR. Namun, dia enggan membeberkan maksud tersebut dan meminta wartawan mencari tahu informasi tersebut.
“Saya hanya bicara dan mengungkapkan fakta hukumnya, tidak mau terlibat dalam politik praktis dan spekulasi. Apabila ada suatu keputusan gubernur yang dibuat asal-asalan, tanpa dasar dan tanpa alasan yang sah, Anda sendiri pasti tahu penyebabnya,” tuturnya.
Sebelum mengajukan gugatan, Bambang telah mengajukan keberatan ke Edy Rahmayadi terkait pencopotan tersebut. Dalam keberatan itu Bambang juga menyampaikan sejumlah temuan pelanggaran, sayangnya keberatan itu tidak ditanggapi Edy Rahmayadi.
“Beliau (Bambang) telah mengajukan keberatan kepada Gubsu dan Mendagri sebagai upaya administratif yang diamanatkan oleh UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah (PP) No 79 dan PP No 94,” ujarnya.
Temuan pelanggaran yang dilakukan Edy Rahmayadi itu kemudian disampaikan Bambang kepada sejumlah pihak mulai dari Mendagri Tito Karnavian hingga Presiden Jokowi.
“Ir Bambang Pardede juga telah menyampaikan temuan-temuan pelanggaran undang-undang oleh Gubsu terkait penerbitan keputusan Gubsu yang mencopotnya dari jabatan Kadis PUPR Sumut kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri, Menpan RB, Ketua KASN, Kepala BKN dan seterusnya,” ucapnya.
Bambang Ditahan Kejati Sumut
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menahan mantan Kepala Dinas PUPR Sumut Bambang Pardede dalam dugaan kasus korupsi perbaikan jalan. Bambang ditahan bersama dua orang lainnya dalam kasus itu.
“Benar bahwa Kejati Sumut melakukan penahanan terhadap 3 orang tersangka atas dugaan korupsi peningkatan kapasitas jalan provinsi, tepatnya ruas jalan Parsoburan-Batas Labuhanbatu Utara,” kata Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut Yos A Tarigan, Senin (22/7/2024).
Dua tersangka lainnya adalah Rico Mananti Sianipar selaku pengguna anggaran PUTJJ Tarutung dan Direktur PT EPP Akbar Jainuddin Tanjung yang merupakan perusahaan pekerja proyek. Anggaran untuk perbaikan kapasitas jalan provinsi ruas Parsoburan-batas, Labuhanbatu Utara Kabupaten Toba Samosir senilai Rp 26,8 miliar dari APBD Pemprov Sumut tahun 2021.
Fakta di lapangan ditemukan bahwa teknik pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara manual oleh pekerja lapangan PT EPP atau tidak sesuai dengan spesifikasi teknis. Berdasarkan temuan tersebut, ditemukan kekurangan volume pekerjaan atau perbedaan antara volume pekerjaan yang di lapangan dengan yang tercantum dalam kontrak sehingga menimbulkan kelebihan bayar sebesar Rp 5,1 miliar.
Pasal yang disangkakan kepada ketiga tersangka adalah Pasal 2 ayat (1) Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.