Warga RI Bayar Puluhan Juta Demi Kerja di Inggris, Akhirnya Dipecat

Warga RI Bayar Puluhan Juta Demi Kerja di Inggris, Akhirnya Dipecat

Sejumlah pekerja asal Indonesia yang telah membayar ribuan poundsterling untuk bekerja sebagai pemetik buah di Inggris dipecat setelah baru bekerja beberapa pekan. Alasannya, mereka dinilai tak mampu memetik buah dengan cepat. Ada dugaan eksploitasi di balik insiden ini. 

Melansir dari The Guardian, sebuah perkebunan di Hereford yang memasok buah-buahan ke supermarket Inggris, Haygrove memecat pekerja asal RI setelah baru bekerja selama lima hingga enam minggu di perusahaan. Sebelumnya, Haygrove telah memberikan surat peringatan terkait target memetik sebelum pemecatan.

Para pekerja yang dipecat mengaku bahwa mereka ditargetkan untuk mampu memetik 20 kg ceri dalam kurun waktu satu jam di perkebunan Ledbury, bahkan saat jumlah buah di perkebunan semakin menipis. Mereka mengaku kesulitan untuk memenuhi target yang ditetapkan Hereford.

“Sangat sulit untuk mencapai target karena hari demi hari buah yang dihasilkan semakin sedikit,” ungkap salah satu pekerja, dikutip Selasa (23/7/2024).

Direktur Pelaksana Pertanian Haygrove, Beverly Dixon mengatakan bahwa sebelum memecat, pihaknya telah mendukung kelima pekerja tersebut untuk berusaha meningkatkan kualitas kinerja. Namun, perusahaan justru tetap harus membayar upah atas “kinerja yang buruk”.

Terkait jumlah buah yang harus dipetik, Dixon mengaku bahwa target tersebut mengacu pada standar yang berhasil dicapai oleh mayoritas pemetik buah di kebun perusahaannya.

“Target ditetapkan berdasarkan standar yang dapat dicapai oleh mayoritas pemetik yang terkadang mencapai lebih dari dua kali lipat kecepatan tersebut,” jelas Dixon.

Sebagai informasi, kelima pekerja tersebut baru tiba di Inggris pada Mei 2024 lalu dan dipecat dari Haygrove pada 24 Juni 2024. Seluruh pegawai tersebut dipecat setelah memperoleh 2.555 hingga 3.874 poundsterling atau sekitar Rp53,5 juta hingga Rp81,1 juta (asumsi kurs Rp20.940/US$).

Tepat sehari setelah dipecat, perusahaan mengklaim telah memesankan para pekerja tiket penerbangan pulang ke negara masing-masing. Namun, dua dari lima orang dilaporkan menolak untuk dipulangkan dan melarikan diri ke London.

Pekerja asal Indonesia: Bayar Ilegal Demi Kerja di Inggris

Pekerja asal RI yang dipecat mengaku kesal atas keputusan perusahaan. Sebab, sebelumnya ia telah rela menjual tanah serta sepeda motor milik keluarga untuk membayar dua ribu poundsterling lebih atau sekitar Rp41,8 juta demi bisa bekerja di Inggris.

Seakan sudah jatuh tertimpa tangga pula, warga Indonesia itu mengaku bahwa usai dipecat, ia masih memiliki utang lebih dari 1.100 poundsterling atau sekitar Rp23 juta dari pinjaman bank, teman, dan keluarga. Padahal, uang dari utang tersebut digunakan untuk mengadu nasib di Inggris.

Selain harus merasakan hidup sebagai pengangguran, ia pun harus memikul rasa kecewa dari orang tua karena telah menjual aset demi niat yang awalnya untuk membantu perekonomian keluarga. Terlebih, ia hanya mendapat penghasilan sekitar Rp2 juta per bulan dari berjualan makanan.

“Saya bingung, marah, dan kecewa dengan situasi ini. Saya tidak punya pekerjaan di Indonesia dan saya sudah menghabiskan seluruh uang untuk datang ke Inggris,” kata warga RI yang tidak disebutkan identitasnya itu.

Dugaan Praktik Eksploitasi dan Pungutan Liar 

Pengawas eksploitasi tenaga kerja sedang menyelidiki dugaan praktik eksploitasi. Sebab, para pekerja asal Indonesia itu dikenakan biaya ilegal hingga 1.100 pounds oleh sebuah perusahaan di Indonesia yang menjanjikan bisa memboyong mereka untuk berangkat ke Inggris lebih cepat.

Berdasarkan penelusuran The Guardian, tiga dari empat pekerja yang dipecat telah membayar lebih dari 1.000 poundsterling atau sekitar Rp20,9 juta kepada perekrut berlisensi untuk biaya penerbangan dan visa bekerja di Inggris.

Dugaan adanya pungutan liar di Indonesia pun menimbulkan pertanyaan terkait risiko eksploitasi dalam skema pekerja musiman yang memberikan pekerja dari luar negeri visa enam bulan untuk bekerja di pertanian, tetapi membuat mereka menanggung seluruh risiko finansial secara mandiri.

Pada Juni 2024 lalu, Investigasi Otoritas Gangmaster dan Penyalahgunaan Tenaga Kerja (GLAA) telah dibuka untuk berfokus pada tuduhan atas pemungutan biaya ilegal di Indonesia.

Berkaitan dengan investigasi, Dixon menyebut bahwa Haygrove turut prihatin atas dugaan permasalahan keuangan yang dihadapi oleh para pekerja Indonesia, khususnya jika melibatkan perekrut ilegal di Indonesia. Dixon menyebut pihaknya mendukung investigasi GLAA.

Menurut laporan The Guardian, tidak sedikit pekerja asal Indonesia yang datang ke Inggris dengan membawa utang hingga lima ribu poundsterling atau sekitar Rp104,6 juta kepada broker asing ilegal pada 2022. Adapun, utang tersebut berasal dari pihak ketiga dan AG, agen Inggris yang secara resmi merekrut mereka dan kehilangan izin sebagai sponsor pekerja musiman.

Sejak itu, Indonesia dianggap sebagai negara yang berisiko untuk direkrut. Namun, jalur tersebut kembali dibuka pada tahun ini oleh perekrut Inggris yang baru, Agri-HR. Perekrutan itu hasil kerja sama dengan agen Indonesia, PT Mardel Anugerah yang mendapat lisensi untuk merekrut ke Inggris dan didukung oleh kedutaan besar Indonesia.

Namun, pekerja menuduh pihak ketiga di Indonesia, Forkom bahwa mereka merekrut dan memungut biaya kepada calon pekerja dengan iming-iming dapat mempercepat keberangkatan ke Inggris.

“Setelah mendengar tuduhan ini, Agri-HR segera menghubungi GLAA dengan permintaan untuk menyelidiki klaim ini. GLAA mewawancarai beberapa pekerja pada hari yang sama dan melanjutkan penyelidikan. Wawancara pekerja lebih lanjut telah dilakukan dan dijadwalkan,” ujar Agri-HR.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *